Skip to main content

" Orang Besar "

Monday, in the middle night…
6 Oktober 2008


Awalnya, aku tidak begitu kagum dan terpana dengan "orang besar". Pikirku mereka sama saja dengan aku yang saat ini masih berproses untuk menjadi "besar". Aku terlihat cuek, ketika kunjungan-kunjungan orang besar itu mendadak ramai ke lingkunganku, maklum masa-masa kampanye. Namun, lagi-lagi pikiranku tak berubah, mereka layaknya orang biasa seperti aku.

Bahkan kunjungan mantan presiden Megawati ketika itupun tidak membuatku berhasrat untuk sedikit merubah pikiran. Kemudian aku bertanya dalam hati, kenapa aku sungguh tidak apresiatif terhadap mereka?? "Ah, apresiatif gak harus bgitu", gumamku dalam hati. Trus, kenapa pula aku tidak seperti kebanyakan temanku yang rela berjubel hanya sekedar untuk melihat tokoh itu dari kejauhan?? Bahkan harus berjuang untuk melihat mobil yang dikendarai orang besar itu. Aku hanya tersenyum kecil melihat ulah teman-temanku yang "nggumun" nya minta ampun.


Keesokan harinya aku terlibat pembicaraan dengan beberapa kawan. Terlihat dari raut dan perkataan mereka sebuah kebanggaan yang amat sangat karena telah diberi kesempatan untuk sekedar bersalaman tangan dengan Bu Mega. Akupun sama sekali belum menangkap efek kehadiran orang besar itu dimata sahabat-sahabatku, yang ternyata telah banyak merangsang CITA dan MIMPI mereka.

Setelah berhasil kuraba, ternyata dan ternyata, mayoritas dari mereka terpesona dengan kehadiran rombongan itu. Ada yang mengaku tiba-tiba ingin jadi protokoler presiden, kemudian ingin menjadi juru bicara presiden, bahkan ada yang berhasrat untuk menjadi fotografer negara, dan tak ketinggalan banyak juga teman-temanku yang bermimpi untuk menjadi birokrat dan pejabat tinggi. Otakku mulai berpikir dan mengamati, ternyata kehadiran rombongan "orang besar" itu tidak bisa dianggap remeh !! Bagaimana bisa dianggap remeh, lawong sahabatku saja -bahkan sampai saat ini- cuma gara-gara melihat rombongan itu beberapa tahun yang lalu tak bisa tidur nyenyak, sampai suatu saat nanti dia akan dapat meraih posisi elegan, yaitu Mentri Peranan Wanita.

Meskipun ada yang mengatakan ga ngefek dengan kehadiran tokoh dan orang besar, layaknya pikiranku, namun toh ratusan temanku cukup menghargainya. Itukah yang biasa mereka sebut sebagai figur?? Aku bertanya-tanya. Kemudian, apa yang bisa sang figur itu berikan untuk kehidupanku nantinya?? Berpengaruh banyak kah?? Ah, lagi-lagi aku merasakan kebodohan yang amat sangat, sampai-sampai sesosok figur pun aku tak mampu mendeskripsikannya. Aku mulai sadar, pantes…selama hampir 18 tahun aku sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk menjadi "seseorang" yang "besar". Aku hanya ngikut arus, disuruh belajar ya belajar, disuruh maen ya maen, benar-benar MISKIN KEPRIBADIAN !!

Waktunya untuk berubah. Berawal dari keisenganku untuk ikut-ikutan teman yang mempunyai banyak CITA, aku pun tak tinggal diam. Setiap hampir "orang besar" aku idolakan. Setiap melihat orang berhasil aku terkesima. Tanpa mempedulikan bidang dan sektor yang mereka geluti. Pokoknya asal kelihatan wibawa, elegan, kaya, dan berpendidikan, akupun nggumun dibuatnya. Ah aku bingung, kenapa ketika aku mulai mendapatkan figur yang terlampaui banyak, justru aku yang kebingungan. Ngikuti caranya si A, ternyata lain dari cara si B. Kemudian lain lagi dengan proses yang diajarkan si C. Parahnya, diantara ketiga dan bahkan semuanya tak satupun yang sejoli dengan karakter dan kecenderunganku. Misalnya saja si A, yang banyak mengajarkan banyak hal tentang kiat-kiat sukses menjadi ekonom. Tapi apalah daya, aku sedikitpun sama sekali tidak hobi berbisnis. Kemudian si B mengajarkan sukses untuk menjadi seorang sastrawan. Akupun hanya mendengus panjang, bagaimana mau jadi sastrawan, imajinasiku saja pas-pas an, blum lagi hatiku sejujurnya kurang sreg dan nyaman, lebih tepatnya kurang suka dengan kecenderungan seperti itu. Ah pusing…

Namun akhirnya, aku mencoba cari jawaban. Ku kumpulkan kutipan-kutipan dari beberapa pakar petuah. Yah, terkadang benar apa yang mereka katakan. " Ambillah satu diantara beberapa kecenderunganmu yang kamu anggap paling nyaman, kemudian gelutilah. Urusan jadi orang besar atau tidak, itu hanya menunggu giliran. Jadi santai saja. Tapi, patutnya kamu berdo'a, semoga giliranmu nanti dapat kamu raih sebelum kau tertidur lama di alam sana.

Iya juga yah, kenapa aku harus ikut sana ikut sini tanpa mempertimbangkan apa yang sesungguhnya ada dalam diriku. Benar-benar bodoh…! Ufh…

Dan tentang "orang besar" itu, sejatinya kehadiran mereka tidak dapat dinafikan. Karena aku-pun mengidolakan satu diantara ratusan "orang besar" itu. Cukup menjadikannya sebagai pemacu laju perjalananku, tanpa sedikitpun ruang milikku terusik.

by : Maria el Fauzy


Comments

Pangapora said…
Very nice, Maria. Still the nicest to suite my mood here as you tagged "orang besar". Hope there's still much time to me visiting this great touch of yours!

Popular posts from this blog

Berburu Barang Second Bareng Bule Jerman

Anda termasuk penggemar barang-barang second-hand? Jika di Indonesia budaya membeli barang second-hand dipandang sebelah mata, di Berlin justru sebaliknya. Membeli barang second-hand bukanlah hal yang memalukan bagi warga setempat. Sebagai seorang mahasiswa yang hanya tinggal beberapa tahun saja, berburu barang-barang bekas adalah pilihan. Selain hemat, juga sayang jika harus membeli furniture baru yang nantinya akan ditinggal. Jika anda di Jerman, anda dapat menemukan tempat yang paling pas untuk berburu barang bekas yang biasa dikenal dengan Flohmarkt atau Flea Market.   Pertama kali-nya saya ke Flohmarkt karena ajakan suami untuk membeli perabotan dapur. Mayoritas di Berlin, jika anda menyewa apartemen maka anda harus mengisi sendiri semua perabotan. Nah, jika anda akan meninggalkan apartemen tersebut anda juga harus mengosongkan semua perabotan. Harus bersih seperti semula. Tanpa ada gantungan apa-pun, termasuk foto-foto pajangan. Tak heran, jika anda akan melihat ban

Catatan Dari Kairo: Kuchuk Hanem

Cairo, 2005 Melayang-layang di atas awan tidak begitu membekas bagi saya. Sesekali hanya merasa gugup, dan pasrah. Sesekali juga kagum. Melihat gugusan awan yang terlihat saling mendahului dengan pesawat yang kami tumpangi. Biru dan orange. Dua warna inilah yang mendominasi langit dikala siang mendekati senja. Guratan-guratan awan terlihat jelas. Mungkin itu merupakan garis batas yang membelah langit, sebelah kiri milik Arjuna dan yang kanan milik Gatot Kaca (?)   Pukul delapan malam tepat waktu Abu Dhabi, pesawat yang saya tumpangi harus istirahat, mengisi perut yang sudah mulai kosong. Saya harus transit semalam di negara ini. Sambil membenahi beberapa barang bawaan, tiba-tiba saya ditodong pertanyaan panjang, “Ambil cuti berapa bulan mbak?”, tanya seorang perempuan manis berkulit sawo matang kepada saya. “Cuti?”. Saya mendadak bingung. Dia pun kembali menanyakan hal tersebut dengan lebih jelas. “Mbak dulu berangkat dari mana? Dapat cuti ya, berapa bula

Catatan Dari Kairo : Toko Buku Orang Jawa Musthofa al-Bab al-Halaby

Oleh: Maria Fauzi Malay Manuscript at Pergamon Museum Rasanya baru kali itu saya mendengar ada maktabah (toko buku) orang Jawa di Kairo. Informasi ini saya peroleh dari kakak kelas yang hobi sekali mendalami isu-isu tentang jaringan ulama Nusantara. Dan, maktabah ini berada persis di belakang asrama kami, di kawasan Syurthoh Bab- Asya’riyah. Penasaran, saya seketika bergegas menuju ke toko buku nan kuno ini. Suasananya tua, terlihat dari rak-rak buku yang sudah lusuh dan dekil. Nampak buku-buku kuning dengan sampul tipis berserakan di atas meja. Mungkin hanya beberapa saja yang bersampul tebal. Penjaga tokonya sesekali terlihat tak acuh kepada kami. “ Salamu’alaik ”, sapa kami. Tak bergeming. Ia pun hanya memandangi kami dengan kaca mata super tebal dan kembali lagi membaca. “ Law samahtum, fi Kitab Hasyiyah Al-Nafahat Li al- Asyeikh Khatib Al-Minangkabawi ”?. “Permisi apakah ada Kitab Hasyiyah Al- Nafahat karya Syeikh Khatib al Minagkabawi”?, Sapa kami.