Skip to main content

Jadi Perempuan Lajang Jaman Now Bukan Dosa

***
Dimuat di situs Mojok 
12 Oktober 2017


Courtesy : Mojok


Situ Jomblo? Perempuan? Santai sis, kayak di pantai. Tidak semua jomblo itu ngenes. Merana, gemar meratapi nasib. Pun, tak jarang ada juga para jomblo yang pura-pura bahagia. Bagi jomblo, bahagia dan merana memang beda tipis. Uhuk

Penulis juga ga tau persis, kenapa populasi jomblowan dan jomblowati, khususnya di Indonesia, kini kian bertambah. Angka statistik selalu menunjukkan pola yang tidak biasa, bahkan akhir-akhir ini mengalami kenaikan yang signifikan.

Ga percaya? Lihat saja beberapa artikel di Mojok, search dengan kata kunci Jomblo. Ha mbok titeni, pasti akan muncul bermacam tulisan yang ga tanggung-tanggung persinggungannya dengan makhluk Tuhan yang satu ini. Dari definisi, sampai kiat-kiat, sesajen plus kutipan ayat-ayat suci tentang kaum ini sudah ada. Lengkap, macam buku panduan. Kayak RPUL itu loh ! Serius…

Nah, penulis disini cuma ingin nambahi. Mosok yang nulis tentang jomblo ini kebanyakan dari kaum lelaki. Kan ga seimbang, ga setara. Ini zamannya emansipasi wanita. Kuota 30% jika diisi oleh suara perempuan itu sudah bagus. Biar kayak di parlemen-parlemen nasyional !

Niat saya juga ga muluk-muluk. Cuma satu, ingin mengangkat derajat dan martabat para jomblowati. Biar setara gitu hak-hak nya dengan para jomblowan. Untuk itu, saya akan berkisah sedikit tentang jomblowati terkenal pada masanya. Biar sis-sis ini terinspirasi. Percuma, sudah jomblo, ga punya daya tawar lagi ! Ya bakalan langgeng. Bhaaaaaaa…

Jomblowati yang satu ini dikenal sebagai penyair kenamaan Andalusia di masa kekhalifahan Umayah beberapa abad lampau. Meskipun begitu, perihal kejombloannya plus namanya, konon melegenda sampai sekarang dan acapkali dijadikan rujukan sebagai jomblowati yang paling bersinar saat itu. Keren kan. Kece !

Apakah kasus perjombloannya ini terbilang ngenes? Tergantung sudut pandang. Kalau yang melihat kids zaman now pasti dikategorikan sebagai jomblowati paling parah. Sampe umur 90 tahun masih setia dengan kejombloannya, bahkan hingga akhir hayat.

Tapi, jika dilihat dari kaca mata si Jomblowati ini, nampaknya ia tidak terlalu menghiraukan. Karena toh meski jomblo, ditambah urusan percintaannya yang mbulet, si mbak satu ini tetap kokoh. Tak goyah akan cintanya yang berkali-kali dikhianati. Kuncinya cuma satu. Karena dia merasa merdeka. Merdeka dari batas-batas yang sengaja diciptakan orang lain untuknya, sebagai perempuan Muslim saat itu. Ia sanggup memerdekakan dirinya melalui buah pikiran yang anti mainstream. Dan satu lagi, karena ia mampu membahagiakan diri sendiri. Begitu kira-kira jimatnya.

Mbaknya ini kerap dipanggil dengan Wallada. Ya, nama lengkapnya Wallada Bint al-Mustakfi, putri dari seorang khalif Andalusia yang hidup sekitar tahun 1001-1091 Masehi. Kecintaannya dengan dunia sastra membuatnya semakin tangguh akan kejombloan-nya. Dari sya’ir-sya’ir-nya lah ia bertahan dengan sangat elegan. Meskipun tak jarang beberapa diantaranya sangat sarkastik dan vulgar, karena sakit hati terhadap sang pujaan hati. Wajar, namanya juga sakit hati. Ya toh?

Nama Jomblowati keren ini malang melintang di jagad kesusastraan Arab saat itu. Ia menduduki posisi yang sejajar dengan para pujangga lelaki, termasuk Ibnu Zaydun, sosok lelaki yang ada di balik semua sya’ir-sya’ir Wallada. Ini ! Penting untuk diingat. Sekali lagi, daya tawar tidak melulu soal kecantikan dan bahenol. Jika sis sis ini bisa nulis, atau berpuisi misalnya, atau apapun, buatlah yang anti-mainstream. Membahana. Cethaaar ! Itu Koentji ! Biarpun jomblo, yang penting keren ! Ga masalah.

Sederetan karya sastranya tersimpan dalam beberapa literatur Arab kenamaan, salah satunya seperti yang ditulis oleh Abu Al-Faraj Al-Isbahani dalam nomenklaturnya Kitab Al- Aghani dan Kitab Al-Ima wa Al-Sawa’ir (Book of Slave Women Poets).

Ini kitab isinya ga main-main. Seorang sosiolog Muslim ternama, Ibnu Khaldun, mengakui akan kehebatan buku ini yang berisikan sumber-sumber primer tentang ribuan syair, lagu, dari masa Arab jahiliyah sampai kurang lebih abad ke 9 Masehi. Kumplit !

Dalam Diwan (antologi) Wallada, ada sekitar sepuluh sya’ir yang dapat terkumpul dan selamat hingga saat ini. Kesemuanya punya cerita. Tentang kekasih, patah hati, kebanggaan atas tubuh dan dirinya, ketidaksetiaan, hasrat cinta, dan kebebasan.

Beberapa syairnya juga dianggap mendobrak tatanan sosial bagi perempuan Muslim saat itu. Karena ia bangga atas tubuhnya, dirinya, juga pikirannya.

“ I am, by Allah, fit for high positions
And Am going my way, with pride !

“Forsooth I allow my lover to kiss my cheek
And bestow my kisses on him who craves it


Petikan sya’ir lainnya yang penuh sarkastik dan vulgar juga dilontarkannya kepada Ibn Zaydun. Wallada menyebutnya sebagai pria berwajah enam atau Musaddas, juga memanggilnya sebagai seorang homosexual, seorang yang lemah, pencuri dan tidak setia. Hal ini disebabkan karena Ibnu Zaydun yang berselingkuh dengan budak wanita Wallada. Meskipun begitu, ia tetaplah mencintai Ibnu Zaydun sepenuh hati, seumur hidup. Duh, sakiiit …


“Your nickname is musaddas or the man with six faces.
It is a name which never will leave you, even when life leaves you.
You are a homosexual, a weak person, a whoremonger, an insignificant person, a cuckold and a thief.”

“Because of his love for the rods in the trousers, Ibn Zaydun, in spite of his excellence.
If he would see a penis in a palm tree, he would belong to the birds called ababil.”


Bagi beberapa peneliti karya sastra perempuan Arab abad pertengahan, seperti Maria Segol misalnya, puisi-puisi Wallada dianggap merefleksikan pengalaman dalam kehidupannya juga kondisi perempuan saat itu. Ia mengekspresikan laku bebasnya sebagai individu yang merdeka.

Bahkan, dalam beberapa catatan sejarah, Wallada kerap menanggalkan kerudungnya ketika bepergian di tempat ramai. Hal ini sangatlah bertentangan dengan norma social agama ketika itu. Beruntung, ia hidup di bumi Andalusia. Yang terkenal akan pluralitas masyarakatnya, yang jauh berbeda dengan kondisi kekhalifahan lain saat itu khususnya di semenanjung Arabia. Ia bangga atas warna kulitnya yang cerah, mata biru, hingga rambut pirang yang menjuntai indah dan mampu menggoda siapapun yang melihatnya. Ia, adalah pujaan bagi lelaki Kordoba.

Syair dengan genre romansa ini dianggap penting ketika itu, terlebih penulisnya adalah seorang perempuan. Artinya, kekuasaan dan kendali atas tubuh dan diri sepenuhnya berada di tangan sang penyair. Hal ini juga didukung dengan kekayaan literature, filsafat serta ketajaman argumen yang dikuasai Wallada.   

**

Menyoal romansa yang berujung kegalauan, yang bisa membuat siapapun membik-membik memanglah rumit, tur mbulet. Bagi kalian, yang merasa senasib dengan Mbak Wallada jangan putus asa. Tetaplah berdiri diatas kaki sendiri. Berkaryalah yang melampaui batas. Alih-alih untuk mengisi waktu kosong karena menjomblo, dari pada nongkrong-nongkrong ga jelas, mending cari kebahagiaan dengan cara kalian sendiri. Syaratnya, harus cethaaaar.    


Jangan sekali-kali berpikir untuk melepas masa jomblo, jika menghargai dan membahagiakan diri sendiri saja belum bisa. Apalagi bermimpi happy ending, menikah dan punya anak. Belum selesai bro sis. Masalah dan problematika hidup semakin mbundel mbulet. Dikira sudah selesai? Ya belum lah. Nah, disinilah pentingnya menemukan kebahagiaan untuk diri sendiri. Agar tidak mudah lebay.  

Lihat, Mbak Wallada aja biasa aja menjomblo. Akhir kisahnya dengan Ibnu Zaydun tetaplah menggantung, tanpa ada pernikahan. Tapi tak mengapa, meskipun begitu di akhir masa hidupnya, mereka masih dapat berkirim sya’ir dan berbalas dengan penuh hasrat untuk saling mencinta dengan sang kekasih. Menikah, bukanlah akhir dari perjalanan cinta mereka. Yang paling penting, mereka merasa seperti sedang bercinta, meskipun dengan kata-kata. Uhuk uhuk

Dan, kisah romansa antara Wallada dan Ibnu Zaydun saat ini diabadikan dalam bentuk patung tangan yang sedang berjabat erat di sebuah Plaza El Campo Santo de los Martires, tepat di jantung kota Kordoba. Masyarakat Andalusia menyebutnya sebagai  ‘The Lovers”. 

***

Jabar erat !

Comments

Popular posts from this blog

Berburu Barang Second Bareng Bule Jerman

Anda termasuk penggemar barang-barang second-hand? Jika di Indonesia budaya membeli barang second-hand dipandang sebelah mata, di Berlin justru sebaliknya. Membeli barang second-hand bukanlah hal yang memalukan bagi warga setempat. Sebagai seorang mahasiswa yang hanya tinggal beberapa tahun saja, berburu barang-barang bekas adalah pilihan. Selain hemat, juga sayang jika harus membeli furniture baru yang nantinya akan ditinggal. Jika anda di Jerman, anda dapat menemukan tempat yang paling pas untuk berburu barang bekas yang biasa dikenal dengan Flohmarkt atau Flea Market.   Pertama kali-nya saya ke Flohmarkt karena ajakan suami untuk membeli perabotan dapur. Mayoritas di Berlin, jika anda menyewa apartemen maka anda harus mengisi sendiri semua perabotan. Nah, jika anda akan meninggalkan apartemen tersebut anda juga harus mengosongkan semua perabotan. Harus bersih seperti semula. Tanpa ada gantungan apa-pun, termasuk foto-foto pajangan. Tak heran, jika anda akan melihat ban

Catatan Dari Kairo : Toko Buku Orang Jawa Musthofa al-Bab al-Halaby

Oleh: Maria Fauzi Malay Manuscript at Pergamon Museum Rasanya baru kali itu saya mendengar ada maktabah (toko buku) orang Jawa di Kairo. Informasi ini saya peroleh dari kakak kelas yang hobi sekali mendalami isu-isu tentang jaringan ulama Nusantara. Dan, maktabah ini berada persis di belakang asrama kami, di kawasan Syurthoh Bab- Asya’riyah. Penasaran, saya seketika bergegas menuju ke toko buku nan kuno ini. Suasananya tua, terlihat dari rak-rak buku yang sudah lusuh dan dekil. Nampak buku-buku kuning dengan sampul tipis berserakan di atas meja. Mungkin hanya beberapa saja yang bersampul tebal. Penjaga tokonya sesekali terlihat tak acuh kepada kami. “ Salamu’alaik ”, sapa kami. Tak bergeming. Ia pun hanya memandangi kami dengan kaca mata super tebal dan kembali lagi membaca. “ Law samahtum, fi Kitab Hasyiyah Al-Nafahat Li al- Asyeikh Khatib Al-Minangkabawi ”?. “Permisi apakah ada Kitab Hasyiyah Al- Nafahat karya Syeikh Khatib al Minagkabawi”?, Sapa kami.

Menelusuri Situs-situs Peninggalan Mamalik

Oleh : Maria Ulfa Fauzy Banyak hal yang harus dieksplorasi lebih lanjut dalam menguak sejarah peradaban Islam, baik berupa manuskrip, tradisi, atau bangunan-bangunan kokoh nan klasik. Bukti sejarah inilah yang nantinya justru banyak berkisah tentang berbagai peradaban masa silam, meskipun ada beberapa diantaranya yang hanya meninggalkan sebuah kisah. Dalam catatan sejarah, Mesir termasuk salah satu penyimpan varian peradaban eksotik dunia. Dimulai sejak zaman Pharaonic 3200 SM, kemudian periode Hellenistic yang dimulai ketika Iskandar Agung berhasil mengalahkan Persia 332 SM. Dilanjutkan era Romawi 30 SM, dan dekade peradaban Islam yang diprakarsai oleh Amru bin Ash 640 M. Sejarah peradaban Islam mencatat, Mesir termasuk salah satu kawasan yang sempat dihinggapi oleh beberapa dinasti kenamaan. Sebut saja dinasti Tholouniyah, didirikan oleh Ahmad bin Thouloun pada tahun 868-905 M. Kemudian dinasti Ikhshidiyah 935-969 M, Fathimiyah 969-1171 M, Ayyubiyah 1171-1250 M, Mamalik 1250-1517