Skip to main content

Meeting the East in the West, Venice. Sebuah Catatan dari Tanah Eropa








~ Giuseppe Fiocco, seniman Venesia, mengilustrasikan kota nan cantik ini sebagai 'colossal suq'. Nuansa oriental sangat kental pada beberapa sudut kota, termasuk jalanan sempit dan buntu. Bagi beberapa merchants dan traveller, Venesia, tak ubahnya seperti Damaskus, Kairo, atau Baghdad. Sebuah kota yang dipenuhi oleh bazar penjaja rempah-rempah dan karpet khas Timur. 



Dalam bukunya "Venice and the East: The Impact of the Islamic World on Venetian Architecture 1100-1500", Deborah Howard, seorang profesor emiritus dalam bidang Architecture and History of Art di Cambridge, memberikan gambaran detail megenai pengaruh arsitektur Timur di Venice. Howard mengartikulasikan beberapa bangunan di kota Venesia yang banyak terpengaruh oleh arsitektur di Mesir, Syria, Palestine, dan Persia. Salah satunya, adalah landmark yang paling populer Gereja St. Marco, Fondaco dei Turchi, Palazzo Ducale dan masih banyak lagi. 




Keterpengaruhan arsitektur Islam di Venesia masuk melalui hubungan personal antar pedagang. Dimulai pada abad 11, Venesia melakukan ekspansi besar-besaran sehingga menjadi kota maritim terkuat di Eropa dan mendirikan Latin Empire. Paska Perang Salib ke-4, yang berhasil menggoyangkan Konstantinopel, para crusaders membawa kuda emas dan beberapa keramik ke Venesia (sekarang berada di Basilica St. Marco).




Perdagangan semakin meluas hingga ke Alexandria, Mesir (dibawah kekuasaan Mamluk), dan Turki Usmani. Pada masa inilah puncak akulturasi terjadi sangat pesat. Dari makanan (spices) dan gelas-gelas keramik hingga karpet mulai masuk pasar Eropa melalui Venesia. Bahkan, di gerbang basilica St. Marco terdapat mosaic yang menggambarkan hubungan Venesia dengan Muslim World, terlihat dari ilustrasi orang-orang Mamluk dan Turki Usmani yang digambarkan dengan memakai jubah serta turban. 



Mengelilingi kota kecil Venesia, seakan mengelilingi miniatur Kairo. Tidak hanya landmark-landmark penting, rumah penduduk lokal-pun sangat kental dengan unsur arsitektur Timur terlihat dari bentuk jendela (masyrabiyah). Bahkan ketika melihat 'bulbous' atau domes of San Marco, mirip sekali dengan domes yang ada di City of the Dead, Kairo. Juga Fondaco dei Turchei (The Turks's Inn) atau sebuah penginapan khusus pedagang dari Turki Usmani. Arsitektur bangunan ini, seperti yang di tulis Howard, mirip dengan 'khan' (funduq) yang banyak bertebaran di Syria dan Wakalah al-Ghouri (mamluk period), Kairo. 




Masuknya kultur Timur (Muslim) ke Eropa, paling tidak melalui tiga jalur besar. Pertama, melewati Andalusia, Venesia dan Jalur Sutra yang terbentang dari daratan Cina hingga Rusia. Dan, Venesia, selain menyimpan pemandangan yang apik, juga menyimpan sejarah yang begitu erat dengan kultur Timur.







Autumn, 2014

Comments

Turis Cantik said…
Ahhh aku kangen sekali ke sini...Fotonya kurangnya nihhh mbaakk hihihi.

Popular posts from this blog

Berburu Barang Second Bareng Bule Jerman

Anda termasuk penggemar barang-barang second-hand? Jika di Indonesia budaya membeli barang second-hand dipandang sebelah mata, di Berlin justru sebaliknya. Membeli barang second-hand bukanlah hal yang memalukan bagi warga setempat. Sebagai seorang mahasiswa yang hanya tinggal beberapa tahun saja, berburu barang-barang bekas adalah pilihan. Selain hemat, juga sayang jika harus membeli furniture baru yang nantinya akan ditinggal. Jika anda di Jerman, anda dapat menemukan tempat yang paling pas untuk berburu barang bekas yang biasa dikenal dengan Flohmarkt atau Flea Market.   Pertama kali-nya saya ke Flohmarkt karena ajakan suami untuk membeli perabotan dapur. Mayoritas di Berlin, jika anda menyewa apartemen maka anda harus mengisi sendiri semua perabotan. Nah, jika anda akan meninggalkan apartemen tersebut anda juga harus mengosongkan semua perabotan. Harus bersih seperti semula. Tanpa ada gantungan apa-pun, termasuk foto-foto pajangan. Tak heran, jika anda akan melihat...

Catatan Dari Kairo: Kuchuk Hanem

Cairo, 2005 Melayang-layang di atas awan tidak begitu membekas bagi saya. Sesekali hanya merasa gugup, dan pasrah. Sesekali juga kagum. Melihat gugusan awan yang terlihat saling mendahului dengan pesawat yang kami tumpangi. Biru dan orange. Dua warna inilah yang mendominasi langit dikala siang mendekati senja. Guratan-guratan awan terlihat jelas. Mungkin itu merupakan garis batas yang membelah langit, sebelah kiri milik Arjuna dan yang kanan milik Gatot Kaca (?)   Pukul delapan malam tepat waktu Abu Dhabi, pesawat yang saya tumpangi harus istirahat, mengisi perut yang sudah mulai kosong. Saya harus transit semalam di negara ini. Sambil membenahi beberapa barang bawaan, tiba-tiba saya ditodong pertanyaan panjang, “Ambil cuti berapa bulan mbak?”, tanya seorang perempuan manis berkulit sawo matang kepada saya. “Cuti?”. Saya mendadak bingung. Dia pun kembali menanyakan hal tersebut dengan lebih jelas. “Mbak dulu berangkat dari mana? Dapat cuti ya, be...

Madrasa al-Yūsufīyya, Granada.

Granada, atau Gharnathah. Kota yang menginspirasi ratusan atau bahkan ribuan pemyair, pelukis, filsuf dan seniman di semenanjung Iberia. Kota ini seakan tidak pernah mati. Memori yang terpancar dari setiap bangunan dan sudut kota seperti hendak menyapa setiap pengunjung. Al Hambra, Perkampungan Arab Al-Bayzin, Hammam Al-Andalus, La Madraza, masjid-masjid kecil yang berumur ratusan tahun benar-benar memukau. Layaknya ingin menghadirkan kembali sejarah beberapa abad lampau. Romantis sekaligus menghipnotis. Ornamen yang cantik tak kalah memukau dengan yang ada di Al Hambra. Bangunan ini adalah sebuah madrasah yang kelak menjadi cikal bakal Universitas Granada yang ada sekarang. Sekilas, bangunan di depan saya ini terkesan biasa saja dibandingkan dengan bangunan super megah yang berjarak kurang lebih 700 meter. Tepatnya, di Calle Officios. Sebuah distrik perkampungan melegenda yang dikenal dengan nama Albayzin. Distrik ini lekat sekali dengan identitas Arab, ...