Skip to main content

Following Goethe’s footsteps Harz Mountain, Germany


-->




Now to the Brocken the witches ride;
The stubble is gold and the corn is green;
There is the carnival crew to be seen,
And Squire Urianus will come to preside.
So over the valleys our company floats,
With witches a-farting on stinking old goats.


Faust, Goethe


Menjejaki kawasan di pegunungan Harz yang berada di negara bagian Lower Saxony, Jerman, mengingatkan saya tentang kisah Faust, seorang ilmuwan yang tidak pernah berhenti untuk  mencari jawaban atas hakikat kehidupan dan jati diri. Lakon sastra yang namanya begitu menggaung dan populer di seantero wilayah Jerman ini telah menginspirasi berbagai karya sastra, musik dan ilustrasi.

Adalah Johann Wolfgang van Goethe, atau yang lebih dikenal dengan Goethe, yang telah menciptakan lakon fiktif ini dengan begitu apik. Karakter Faust, hendak memberikan gambaran lain tentang ketidaklaziman cara berpikir. Sebagai seorang ilmuwan, Faust, dihadapkan dengan berbagai pertanyaan tentang baik dan buruk, moralitas dan seksualitas, serta Tuhan dan setan. Dengan kemampuan daya nalar yang tinggi, Faust, pada akhirnya memilih setan (Mephistopheles) sebagai sahabatnya untuk mencapai tujuan.

Faust, merupakan drama tragedi yang ditulis oleh Goethe sekitar tahun 1749-1832. Oleh masyarakat Jerman, kepopuleran Faust seakan menyatu dengan nama sang filsuf. Alam pikiran Goethe yang cerdas terejawantahkan dalam karya termasyhurnya, Faust. Sehingga banyak yang beranggapan bahwa Faust adalah Goethe, Goethe adalah Faust.

Goethe, tercatat beberapa kali melakukan perjalanan mendaki pegunungan Harz ketika masih muda. Disini, Goethe mendapatkan pengalaman serta ide-ide besarnya yang tertuang dalam karya nya Faust. Terutama ketika ia mendaki ke puncak, yang dikenal dengan Brocken Summit dan kawasan pertambangan Rammelsberg yang ditemukan lebih dari seribu tahun.

Harz, Goethe dan Faust seakan menjadi satu kesatuan antara kehidupan nyata dan karya sastra. Di pegunungan Harz, Goethe, menemukan banyak inspirasi yang tertuang dalam mahakarya-nya Faust. Nama Harz, turut populer karena seringkali dikaitkan dengan drama tragedi Goethe, yang ditampilkan melalui seni teater atau musik.  

Tidak hanya Goethe, penulis Jerman seperti Heinrich Heine, juga tercatat melakukan perjalanan ke puncak pegunungan Harz. Pengalaman perjalanan ke pegunungan Harz, ditungkan dalam sebuah karya yang berjudul “Die Harzreise” (The Harz Journey) terbit tahun 1829. Beberapa penggalan-nya berbunyi;

The mountain somehow appears so Germanically stoical, so understanding, so tolerant, just because it affords a view so high and wide and clear. And should such mountain open its giant eyes, it may well see more than we, who like dwarfs just trample on it, staring from stupid eyes.

Hingga saat ini, jejak-jejak Goethe ketika mendaki masih terabadikan dengan baik. Pegunungan Harz, memiliki daya pikat yang mempesona tidak hanya ketika musim panas. Bahkan ketika musim dingin, banyak wisatawan lokal maupun asing yang berdatangan untuk menikmati kota-kota kecil dari puncak pegunungan Harz, termasuk kota klasik nan unik Wernigerode dan Goslar.   









Legenda Para Penyihir

Istana Sihir. Mungkin kata itu yang paling tepat untuk menggambarkan istana peninggalan abad pertengahan ini. Istana Wernigerode, berada di sebuah bukit kota kecil nan unik, Wernigerode. Hanya sekitar 30 menit dari Goslar di tempuh dengan menggunakan kereta regional.

Suasana yang agak gelap, dingin serta mendung menambah kesan mistis. Kebetulan kami sampai agak sore. Nampak hanya beberapa turis yang terlihat mendaki ke arah istana. Memang, istana ini tidak begitu populer bagi wisatawan asing, namun bagi wisatawan lokal, istana ini masyhur dengan legenda-legenda penyihir.

Konon, setiap tanggal 30 April, para penyihir akan berkumpul di beberapa tempat di pegunungan Harz, termasuk di istana ini, yang biasa disebut dengan Witches’s Sabbath. Untuk melestarikan legenda-legenda ini, setiap tanggal 30 April akan dilangsungkan festival sihir dengan kostum-kostum bergaya mistis.

Pantas saja, ketika kami sampai di depan gerbang istana, terdapat beberapa ilustrasi tentang penyihir. Pun, ada keterangan yang berbunyi “Hexenuhr…lassen Sie sich überraschen!”, yang kira-kira artinya, Witches time…you will be surprised ! Rupanya, tidak hanya di kota kecil Wernigerode, kota-kota lain di sekitar pegunungan Harz dikenal sebagai Kota Penyihir. Beberapa kerajinan tangan, souvenir berbentuk penyihir menghiasi di setiap toko maupun restauran.

Istana Wernigerode dibangun sekitar abad 12, dengan arsitektur bergaya Romawi. Beberapa tahun kemudian, istana ini mengalami renovasi berbentuk Neo-Gothic sampai Renaissance. Setelah mengalami kerusakan akibat perang yang dikenal dengan the Thirty Years War, tepatnya abad 18, istana ini dibangun kembali dengan lebih mengentalkan corak Baroque. Tidak lama, awal abad 19, Count Onto, penguasa terbaru menginginkan istana ini direnovasi bergaya Neo-Romantique.

Di depan istana, kita dapat menikmati keindahan beberapa bukit yang membentang luas,  termasuk kawasan pegunungan Harz. Terlihat dari istana, perkampungan dengan view rumah bergaya klasik. Rumah-rumah ini terbuat dari kayu, dan merupakan bentuk rumah tradisional Jerman. Konon, gaya dan umur rumah-rumah kayu tersebut sudah ratusan tahun. Pemandangan yang sungguh indah, apalagi jika musim dingin. Hamparan salju dan warna putih yang menutupi bukit-bukit terlihat jelas sekali dari halaman istana.

Dengan pondasi batu-batu tua yang gelap, istana ini terkesan lebih mistis dan magical. Tidak seperti istana Neuschwainstein atau Schwerin, yang terlihat romantis, karya warna yang banyak menginspirasi film-film Disneyland. Istana ini seperti hendak membawa kita ke  abad pertengahan, ketika legenda masyarakat tentang praktek-prakter sihir begitu populer.

Goslar, Medieval Town Yang Cantik

Kota tua ini, berumur lebih dari seribu tahun. Goslar, termasuk salah satu kota tercantik dan well preserved di kawasan pegunungan Harz. Kota ini tidak pernah mengalami kehancuran akibat peperangan. Oleh karena keaslian-nya, Goslar menjadi salah satu kota yang dilindungi UNESCO. Selain karena kota ini menjadi pusat pertambangan yang sudah ada sejak seribu tahun lalu, tepatnya di kawasan Rammelsberg.  

Goslar, digunakan sebagai Rumah Sakit ketika Perang Dunia II, sehingga terhindar dari kehancuran akibar perang. Masyarakat lokal terlihat sangat bangga terhadap warisan budaya dan tradisi mereka, baik berupa bangunan maupun mitos dan legenda. Saya sempat melihat beberapa masyarakat setempat yang dengan sengaja memakai baju-baju tradisional khas abad pertengahan, dan beberapa wanita-nya mengenakan baju penyihir. Bahkan saya juga melihat satu keluarga, termasuk kedua anak balitanya, mengenakan baju-baju tradisional. Unik sekali.


Mengelilingi kota tua yang kental dengan nuansa medieval benar-benar memikat. Setiap bangunan seakan mempunyai cerita dan sejarahnya tersendiri. Seperti bangunan rumah tua dari kayu yang menjadi ciri khas daerah ini. Tercatat, Goslar menyimpan sekitar 1800 rumah kuno yang dibangun sekitar abad 12 dan masih terawat sampai saat ini.

Model rumahnya unik. Warna-warna yang dominan, seperti putih dengan kayu hitam yang berbentuk garis-garis penyekat, warna coklat tua bahkan merah maroon menghiasi di sepanjang jalan kota tua Goslar. Yang paling terkenal adalah hotel Kaiserworth yang berumur 500 tahun. Dengan warna merah menyala, dihiasi dengan dekorasi unik termasuk patung-patung berbentuk Angels and Demons, hotel ini terlihat paling mencolok diantara bangunan lainnya di kawasan Old Town Hall.

Berdiri di tengah-tengah Town Hall, sebuah fountain dengan lambang kota Goslar yaitu A Golden Eagle. Warna emas terlihat kontras sekali dengan warna-warni bangunan sekitar dan biru nya langit kota tua ini. Cantik sekali. Anak-anak, terlihat asik sekali bermain air yang keluar dari fountain. Juga, para turis dan penduduk lokal yang berkumpul di sebuah café populer di sudut Town Hall. Bahkan, kursi café, nampak tak tersisa oleh banyaknya pengunjung yang ingin menikmati suasana di sudut tertua kota ini. 

Kota tua ini begitu memikat. Nuansa alam serta keragaman dan kekayaan sejarah tak luput dari setiap sudut kota. Suara gemericik air yang mengalir di sungai-sungai kecil yang membelah kota menambah kesan damai dan tenang. Nampak beberapa warga lokal menikmati akhir pekan dengan duduk di café sembari menikmati terik matahari di awal musim semi.

Waktu yang tepat untuk menikmati dan rehat sejenak untuk meluruskan sendi-sendi kaki adalah di depan Kaiserpfalz, atau the Emperor Palace. Palace ini luas sekali, dihiasi dengan patung-patung kuda dan beberapa patung yang sengaja dibuat oleh artis ternama Jerman. Kami duduk, istirahat sejenak, di halaman istana yang begitu luas. Sembari menikmati hangatnya terik matahari serta bunga-bunga yang mulai tumbuh di pelataran istana.

Kawasan pegunungan Harz, beserta kota-kota kecil disekitarnya, seakan memberikan gambaran lain tentang kultur dan budaya Jerman. Satu hal yang membuat saya kagum terhadap pemerintah Jerman adalah upaya yang maksimal untuk melestarikan peninggalan sejarah meskipun tidak begitu populer bagi wisatawan asing. Akomodasi dan transportasi terlebih dahulu menjadi prioritas utama. Selebihnya, kawasan pegunungan Harz, adalah destinasi yang patut diperhitungkan untuk mengenal lebih jauh budaya Jerman yang masih banyak tersimpan. 


Spring, 2015















Comments

Popular posts from this blog

Menelusuri Situs-situs Peninggalan Mamalik

Oleh : Maria Ulfa Fauzy Banyak hal yang harus dieksplorasi lebih lanjut dalam menguak sejarah peradaban Islam, baik berupa manuskrip, tradisi, atau bangunan-bangunan kokoh nan klasik. Bukti sejarah inilah yang nantinya justru banyak berkisah tentang berbagai peradaban masa silam, meskipun ada beberapa diantaranya yang hanya meninggalkan sebuah kisah. Dalam catatan sejarah, Mesir termasuk salah satu penyimpan varian peradaban eksotik dunia. Dimulai sejak zaman Pharaonic 3200 SM, kemudian periode Hellenistic yang dimulai ketika Iskandar Agung berhasil mengalahkan Persia 332 SM. Dilanjutkan era Romawi 30 SM, dan dekade peradaban Islam yang diprakarsai oleh Amru bin Ash 640 M. Sejarah peradaban Islam mencatat, Mesir termasuk salah satu kawasan yang sempat dihinggapi oleh beberapa dinasti kenamaan. Sebut saja dinasti Tholouniyah, didirikan oleh Ahmad bin Thouloun pada tahun 868-905 M. Kemudian dinasti Ikhshidiyah 935-969 M, Fathimiyah 969-1171 M, Ayyubiyah 1171-1250 M, Mamalik 1250-1517

Catatan Dari Kairo : Toko Buku Orang Jawa Musthofa al-Bab al-Halaby

Oleh: Maria Fauzi Malay Manuscript at Pergamon Museum Rasanya baru kali itu saya mendengar ada maktabah (toko buku) orang Jawa di Kairo. Informasi ini saya peroleh dari kakak kelas yang hobi sekali mendalami isu-isu tentang jaringan ulama Nusantara. Dan, maktabah ini berada persis di belakang asrama kami, di kawasan Syurthoh Bab- Asya’riyah. Penasaran, saya seketika bergegas menuju ke toko buku nan kuno ini. Suasananya tua, terlihat dari rak-rak buku yang sudah lusuh dan dekil. Nampak buku-buku kuning dengan sampul tipis berserakan di atas meja. Mungkin hanya beberapa saja yang bersampul tebal. Penjaga tokonya sesekali terlihat tak acuh kepada kami. “ Salamu’alaik ”, sapa kami. Tak bergeming. Ia pun hanya memandangi kami dengan kaca mata super tebal dan kembali lagi membaca. “ Law samahtum, fi Kitab Hasyiyah Al-Nafahat Li al- Asyeikh Khatib Al-Minangkabawi ”?. “Permisi apakah ada Kitab Hasyiyah Al- Nafahat karya Syeikh Khatib al Minagkabawi”?, Sapa kami.

Berburu Barang Second Bareng Bule Jerman

Anda termasuk penggemar barang-barang second-hand? Jika di Indonesia budaya membeli barang second-hand dipandang sebelah mata, di Berlin justru sebaliknya. Membeli barang second-hand bukanlah hal yang memalukan bagi warga setempat. Sebagai seorang mahasiswa yang hanya tinggal beberapa tahun saja, berburu barang-barang bekas adalah pilihan. Selain hemat, juga sayang jika harus membeli furniture baru yang nantinya akan ditinggal. Jika anda di Jerman, anda dapat menemukan tempat yang paling pas untuk berburu barang bekas yang biasa dikenal dengan Flohmarkt atau Flea Market.   Pertama kali-nya saya ke Flohmarkt karena ajakan suami untuk membeli perabotan dapur. Mayoritas di Berlin, jika anda menyewa apartemen maka anda harus mengisi sendiri semua perabotan. Nah, jika anda akan meninggalkan apartemen tersebut anda juga harus mengosongkan semua perabotan. Harus bersih seperti semula. Tanpa ada gantungan apa-pun, termasuk foto-foto pajangan. Tak heran, jika anda akan melihat ban