Skip to main content

Catatan Dari Kairo : Sarjana Pertanian dan Aroma Bukhour


Ada saja yang membuat saya teringat dengan Bu’uts, asrama mahasiswa asing yang berada tidak jauh dari masjid Al-Azhar. Entah itu bau kemenyan-nya, suasana bercocok tanam para mahasiswi Thailand, atau senyuman penjaga gerbang (‘ammu bawwab) dengan gigi yang nampak kuning keemasan. Eksotis.

Kebetulan asarama inilah yang menjadi tujuan saya ketika pertama kali menginjakkan kaki di bumi Kairo. Lengkapnya, Madinatul Bu’uts Al-Islamiyah. Asrama mahasiswa asing dibawah kewenangan pihak universitas. Asrama ini berhadapan-hadapan, putra dan putri. Di depan asrama, ada penjual burger dan toko kelontongan kecil khas Mesir yang biasa disebut sebagai (Ba’alah). Konon, inilah tempat terfavorit bagi para mahasiswa baik putra dan putri jika ingin kopdar (kopi darat) hehe.

Penghuni asrama Buuts ini terdiri dari ratusan negara, mayoritas adalah mahasiswa Afrika dan Asia. Erithria, Etophia, Madagaskar, Sinegal, Pantai Gading, Turki, Pakistan, Bangladesh, China, Thailand, Indonesia dll. Ada juga beberapa mahasiswa Eropa Timur, seperti Kazakhstan, Turkmenistan, bahkan beberapa diantaranya ada yang berasal dari Belgia dan Paris keturunan Arab. Misalkan saja, Zaenab, tetangga kamar saya. Dia berasal dari Belgia yang merupakan keturunan Arab Maroko. Orangnya baik, dan sering bagi-bagi coklat dengan yang lain.

Persis di depan kamar saya adalah mahasiswi asal Senegal. Namanya Aisyah. Yang tidak terlupakan dari Aisyah ini adalah bau Bukhour. Bayangkan saja, hampir di setiap hari Jumat, kadang juga setiap hari, bau seperti kemenyan seketika menyengat keluar dari dalam kamarnya. Bukhur, dalam tradisi Senegal menyerupai wewangian yang dipercaya juga untuk meningkatkan keindahan wanita. Cara pemakaian-nya adalah dengan dibakar. Jadi, tau sendiri donk bagaimana nafas ini seolah-olah terhenti ketika gempuran asap seperti kemenyan hinggap di hidung. Jadilah kamar saya wangi serupa membuka praktek perdukunan. Ampun.

Kira-kira, momen inilah yang menjadi titik pertama perjumpaan saya dengan tradisi mahasiswi lain yang super extrem. Belum lagi kalo gosok gigi, pake siwak sampai ke ruang makan. Bikin eneg. Namun, kebanyakan dari mereka, mahasiswi Afrika Tengah, pandai sekali berkomunikasi dengan pengurus asrama. Kepiawaian berbahasa Arab, kegrapyakan, dan sikap komunal-nya telah mampu menyihir para pengurus untuk bertekuk lutut di hadapannya. Tak jarang mereka seringkali mendapatkan bonus dari orang dalam alias pengurus asrama.

Lain Aisyah, lain Amani. Mahasiswi Thailand ini berada di paling ujung berdekatan dengan pintu lorong kamar kami. Satu lorong terdiri dari sepuluh kamar berhadap-hadapan. Amani ini, dengan beberapa kawan Thailand lainnya gemar sekali bercocok tanam. Dari kangkung, serai sampai kol ditanam di lahan asrama yang nampak kosong. Suatu waktu, sata bersama kawan saya sempat berceloteh, jika saja mereka lulus dari Al-Azhar predikat yang harus disematkan kepada Amani dan kawan-kawan Thailand adalah Sarjana Agama sekaligus Sarjana Pertanian, alias Double Degree hehe. Entahlah, mungkin di Pataya sana, tempat asal Amani, kehidupannya sangat dekat dengan pertanian. Well done, Amani J

Tidak hanya hari Jum’at (hari libur perkuliahan), disela-sela hari aktif-pun, jika matahari sudah berangsur-angsur mulai turun, alias sore hari, mulailah Amani dan rombongan-nya mengeksekusi lahan-lahan yang memungkinkan untuk ditanami sesuatu. Selang-selang super besar berkelok-kelok melewati gedung asrama berlantai empat. Sudah bisa ditebak, rombongan mahasiswi pecinta cocok tanam ini mulai mengelola tanah dari yang kering kerontak mendadak menjadi subur makmur. Mereka, sesungguhnya, juga turut berjasa untuk menghijaukan asrama.

Untuk menopang biaya pertanian, mereka tak segan-segan untuk menjual hasil panen-nya, berupa kangkung, serai dan kol kepada mahasiswi lainnya. Baik yang di Buust atau di luar Buust. Cerdas sekali. Toh, kami, mahasiswi Indonesia ketiban rezeki, karena memang mereka lah satu-satunya pemasok serai di asrama.  
Pantas saja, dengan beasiswa hanya 92 Le per-bulan, ketika itu, Amani dan kawan-kawan bisa masak yang –menurut kantong mahasiswa seperti kami- super lezat. Jika lewat depan kamarnya, saya melulu tersiksa dengan aroma yang sungguh menggoda. Sialnya, entah mau ke kamar mandi atau keluar gedung, kami harus melewati kamar Amani. Memasakpun, mereka seringkali bergerombol. Masak rame-rame dan disantap dengan keramaian pula. Sadis.

Sedangkan kami yang lewat, cukuplah menikmati aroma menggiurkan tanpa sedikitpun dapat mencicipi masakan Thailand yang dikenal penuh cita rasa. Nasib, balada mahasiswi Buust. 








Comments

tainixiang said…
The Borgata Hotel Casino & Spa - KTNV
Situated in Atlantic City, this luxury resort is within a 15-minute drive 거제 출장샵 of The Water Club 하남 출장마사지 and 강원도 출장마사지 The Water 동두천 출장샵 Club. Guests 태백 출장마사지 can also enjoy the

Popular posts from this blog

Berburu Barang Second Bareng Bule Jerman

Anda termasuk penggemar barang-barang second-hand? Jika di Indonesia budaya membeli barang second-hand dipandang sebelah mata, di Berlin justru sebaliknya. Membeli barang second-hand bukanlah hal yang memalukan bagi warga setempat. Sebagai seorang mahasiswa yang hanya tinggal beberapa tahun saja, berburu barang-barang bekas adalah pilihan. Selain hemat, juga sayang jika harus membeli furniture baru yang nantinya akan ditinggal. Jika anda di Jerman, anda dapat menemukan tempat yang paling pas untuk berburu barang bekas yang biasa dikenal dengan Flohmarkt atau Flea Market.   Pertama kali-nya saya ke Flohmarkt karena ajakan suami untuk membeli perabotan dapur. Mayoritas di Berlin, jika anda menyewa apartemen maka anda harus mengisi sendiri semua perabotan. Nah, jika anda akan meninggalkan apartemen tersebut anda juga harus mengosongkan semua perabotan. Harus bersih seperti semula. Tanpa ada gantungan apa-pun, termasuk foto-foto pajangan. Tak heran, jika anda akan melihat ban

Catatan Dari Kairo: Kuchuk Hanem

Cairo, 2005 Melayang-layang di atas awan tidak begitu membekas bagi saya. Sesekali hanya merasa gugup, dan pasrah. Sesekali juga kagum. Melihat gugusan awan yang terlihat saling mendahului dengan pesawat yang kami tumpangi. Biru dan orange. Dua warna inilah yang mendominasi langit dikala siang mendekati senja. Guratan-guratan awan terlihat jelas. Mungkin itu merupakan garis batas yang membelah langit, sebelah kiri milik Arjuna dan yang kanan milik Gatot Kaca (?)   Pukul delapan malam tepat waktu Abu Dhabi, pesawat yang saya tumpangi harus istirahat, mengisi perut yang sudah mulai kosong. Saya harus transit semalam di negara ini. Sambil membenahi beberapa barang bawaan, tiba-tiba saya ditodong pertanyaan panjang, “Ambil cuti berapa bulan mbak?”, tanya seorang perempuan manis berkulit sawo matang kepada saya. “Cuti?”. Saya mendadak bingung. Dia pun kembali menanyakan hal tersebut dengan lebih jelas. “Mbak dulu berangkat dari mana? Dapat cuti ya, berapa bula

Menelusuri Situs-situs Peninggalan Mamalik

Oleh : Maria Ulfa Fauzy Banyak hal yang harus dieksplorasi lebih lanjut dalam menguak sejarah peradaban Islam, baik berupa manuskrip, tradisi, atau bangunan-bangunan kokoh nan klasik. Bukti sejarah inilah yang nantinya justru banyak berkisah tentang berbagai peradaban masa silam, meskipun ada beberapa diantaranya yang hanya meninggalkan sebuah kisah. Dalam catatan sejarah, Mesir termasuk salah satu penyimpan varian peradaban eksotik dunia. Dimulai sejak zaman Pharaonic 3200 SM, kemudian periode Hellenistic yang dimulai ketika Iskandar Agung berhasil mengalahkan Persia 332 SM. Dilanjutkan era Romawi 30 SM, dan dekade peradaban Islam yang diprakarsai oleh Amru bin Ash 640 M. Sejarah peradaban Islam mencatat, Mesir termasuk salah satu kawasan yang sempat dihinggapi oleh beberapa dinasti kenamaan. Sebut saja dinasti Tholouniyah, didirikan oleh Ahmad bin Thouloun pada tahun 868-905 M. Kemudian dinasti Ikhshidiyah 935-969 M, Fathimiyah 969-1171 M, Ayyubiyah 1171-1250 M, Mamalik 1250-1517