Skip to main content

Let It Bloom

Let It Bloom

“Flowers have spoken to me more than I can tell in written words. They are the hieroglyphics of angels, loved by all men for the beauty of their character, though few can decipher even fragments of their meaning”. –Lydia M. Child


Berlin, this afternoon


Beautiful red at Britzer garten


Musim semi memang selalu membuat hati dan suasana riang. Setelah hampir enam bulan Berlin dilanda musim dingin terpanjang dalam kurun waktu lima puluh tahun, akhirnya matahari mulai berbaik hati. Kembali bersinar menghangatkan ribuan tumbuhan dan bunga yang ingin menyapa bumi.

Musim semi tahun ini baru mulai bulan April yang lalu, itupun pertengahan bulan. Nah, awal bulan Mei inilah waktu yang tepat untuk menikmati berbagai macam bunga, baik yang tumbuh liar atau yang sengaja di tanam. Warna merah, jingga, ungu, putih, biru, ungu bertebaran di jendela-jendela rumah juga di jalan-jalan. Orang Jerman gemar sekali bercocok tanam ketika musim semi mulai menyapa kembali.  

Saat inilah waktu yang tepat untuk outing di taman-taman yang selalu ada di hampir setiap sudut kota. Tata kota Berlin, dimana saya tinggal setahun ini memang sudah terancang dengan sangat baik. Fasilitas publik termasuk salah satu sarana yang sangat diperhatikan. Taman buatan, dan hutan buatan menjadi kawasan yang paling menyenangkan untuk menikmati musim semi. Udara bersih dan segar, danau buatan yang menyejukkan, juga bunga-bunga yang bertebaran semakin menambah pesona alam yang mendamaikan.

Beberapa waktu lalu saya pergi ke sebuah taman. Lumayan dekat dari rumah, hanya 4-5 halte. Tamannya luas, dan indah. Suhu udara berkisar sekitar 15 derajat, sejuk. Meskipun bagi saya masih harus tetap pake jaket. Jalan-jalan keluar rumah sekarang menjadi agenda rutin buat saya dan Aurora, putri pertama saya. Selama musim dingin, dia jarang saya bawa keluar rumah. Nah, sekarang saat yang tepat untuk memperkenalkan Aurora dengan alam dan suasana yang sejuk segar.

Suasana taman sudah mulai ramai. Terlihat beberapa keluarga bermain bersama anak-anak mereka. Ada yang bersepeda, lari-larian dan berjemur menikmati hangatnya sinar matahari. Hampir di setiap taman di Berlin pasti ada tempat khusus buat anak-anak, namanya Spiel Platz. Berbagai macam mainan, seperti ayunan, rumah pohon, kuda-kudaan tersedia lengkap di taman ini. Orang tua tidak akan pusing mencarikan tempat mainan yang aman untuk anak-anak mereka. Tinggal pergi ke taman tanpa dipungut biaya sepersen pun.

Another fabulous yellow


Saya menyempatkan beberapa saat masuk ke tempat ini. Rasanya senang sekali melihat anak-anak bermain dengan riang, sembari sesekali ditemani orang tua mereka. Kebetulan saya ke taman ini dua hari lalu, bertepatan dengan May Day. Di Jerman, May Day merupakan hari libur nasional. Semua toko tutup, kecuali beberapa cafe penjual makanan. Wajar saja, saat itu taman ramai dikunjungi beberapa keluarga lengkap dari anak sampai orang tua.

Taman publik ini juga menjadi tempat refreshing beberapa lansia yang jauh dari anak-anak mereka. Seringkali saya melihat orang-orang tua lansia berjalan sendiri, belanja sendiri tanpa ditemani anak atau saudaranya. Mereka berjalan dengan tertatih-tatih membawa belanjaan, meskipun ada juga yang menaiki kursi roda elektrik. Kasihan juga terkadang. Tapi hebatnya, kebanyakan orang lansian di Jerman tangguh-tangguh, kuat dan masih terlihat bugar.

Yang paling menyenangkan jika berkunjung ke taman ketika musim semi tiba adalah, jutaan bunga yang sengaja menarik perhatian saya. Warna-warni bunga dengan berbagai macam jenis-nya benar-benar merubah taman yang ketika musim dingin seperti sebuah pemakaman menjadi layaknya surga. Surga bagi kumbang dan kupu-kupu, juga burung-burung yang bersiul bergantian seolah-oleh menandakan mereka bahagia. Menghirup alam bebas, menikmati hangatnya mentari, dan riuhnya suara anak-anak. Betapa damainya saat-saat seperti ini.

Hidup di negara yang memiliki empat musim memang memberikan nuansa dan sentuhan yang berbeda. Tiap tahun saya dapat merasakan bagaimana bumi, manusia, dan mahkluk lainnya menyesuaikan, bergantian tumbuh dengan seirama dan sepadan.

Jika musim dingin, rasanya semua menjadi beku, tak terkecuali senyum dan siulan burung-burung di pepohonan. Jika musim gugur, warna orange, merah jingga dan kuning menjadi santapan mata sehari-hari. Warna yang sungguh memikat. Dan, puncak segala musim adalah musim panas. Musim yang di tunggu-tunggu jutaan manusia yang tinggal di belahan bumi sebelah utara. Kehangatan mentari tersebar ke seluruh penjuru bumi. Dan menghangatkan senyum-senyum para pejalan kaki.

Hugs,
    

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Dari Kairo: Kuchuk Hanem

Cairo, 2005 Melayang-layang di atas awan tidak begitu membekas bagi saya. Sesekali hanya merasa gugup, dan pasrah. Sesekali juga kagum. Melihat gugusan awan yang terlihat saling mendahului dengan pesawat yang kami tumpangi. Biru dan orange. Dua warna inilah yang mendominasi langit dikala siang mendekati senja. Guratan-guratan awan terlihat jelas. Mungkin itu merupakan garis batas yang membelah langit, sebelah kiri milik Arjuna dan yang kanan milik Gatot Kaca (?)   Pukul delapan malam tepat waktu Abu Dhabi, pesawat yang saya tumpangi harus istirahat, mengisi perut yang sudah mulai kosong. Saya harus transit semalam di negara ini. Sambil membenahi beberapa barang bawaan, tiba-tiba saya ditodong pertanyaan panjang, “Ambil cuti berapa bulan mbak?”, tanya seorang perempuan manis berkulit sawo matang kepada saya. “Cuti?”. Saya mendadak bingung. Dia pun kembali menanyakan hal tersebut dengan lebih jelas. “Mbak dulu berangkat dari mana? Dapat cuti ya, berapa bula

Menelusuri Situs-situs Peninggalan Mamalik

Oleh : Maria Ulfa Fauzy Banyak hal yang harus dieksplorasi lebih lanjut dalam menguak sejarah peradaban Islam, baik berupa manuskrip, tradisi, atau bangunan-bangunan kokoh nan klasik. Bukti sejarah inilah yang nantinya justru banyak berkisah tentang berbagai peradaban masa silam, meskipun ada beberapa diantaranya yang hanya meninggalkan sebuah kisah. Dalam catatan sejarah, Mesir termasuk salah satu penyimpan varian peradaban eksotik dunia. Dimulai sejak zaman Pharaonic 3200 SM, kemudian periode Hellenistic yang dimulai ketika Iskandar Agung berhasil mengalahkan Persia 332 SM. Dilanjutkan era Romawi 30 SM, dan dekade peradaban Islam yang diprakarsai oleh Amru bin Ash 640 M. Sejarah peradaban Islam mencatat, Mesir termasuk salah satu kawasan yang sempat dihinggapi oleh beberapa dinasti kenamaan. Sebut saja dinasti Tholouniyah, didirikan oleh Ahmad bin Thouloun pada tahun 868-905 M. Kemudian dinasti Ikhshidiyah 935-969 M, Fathimiyah 969-1171 M, Ayyubiyah 1171-1250 M, Mamalik 1250-1517

Berdiri di Kota Mati, “The City of The Death”

The City of The Death. Nama inilah yang membuat saya tergoda untuk melirik dan meniliknya. Yah , kawasan ini terletak di Kairo. Tepat di jantung kota Kairo, ibu kota Mesir. Melihat namanya, seolah saya akan melihat sebuah kota yang mati, tidak berpenghuni, karena mungkin tidak difungsikan lagi oleh pemerintah setempat sebagai lokasi pemukiman penduduk. Ini merupakan perjalanan saya dua tahun yang lalu ke sebuah kawasan bernama Duwaiqoh , atau orang Mesir menyebutnya sebagai Duweah , karena huruf Qhof sering hilang pe lahfadz an-nya dalam dialek Arab 'amiyah (bahasa pasaran). Kawasan inilah yang sering dirujuk oleh banyak wisata asing, yang terlena dengan sebutan The City of The Death, atau Cairo Necropolis, atau Qarafa/ el- Arafa . Cukup mengejutkan, ternyata kawasan ini sebenarnya adalah kawasan pekuburan. Namun, pekuburan yang mempunyai banyak penghuni. Loh kok bisa? Yah, dan penghuninya bukanlah sesosok hantu melainkan warga masyarakat pinggiran Kairo, yang ma