Skip to main content

Be My Favorite Fall








Autumn is by far my favorite seasons !  

Musim gugur bagi saya adalah musim yang paling cantik. Warna kuning, orange, merah dan keemasan menghiasi hampir di setiap sudut-sudut jalan. Daun-daun yang berguguran layaknya bunga yang bermekaran di musim semi. Bahkan lebih indah. Udara sejuk sesekali berhembus sepanjang hari. Rintikan air hujan juga turut menyapa kami di penghujung bulan Oktober.

Tak henti-hentinya saya mengabadikan keindahan musim gugur. Sebuah masa transisi dari musim panas ke musim dingin. Di Jerman musim ini disebut dengan herbst. Berbagai perayaan diadakan pada musim ini. Oktober fest adalah salah satunya. Hampir di seluruh negara bagian Jerman pesta rakyat ini disambut dengan gegap gempita. Pasar-pasar rakyat, dengan berbagai jenis bis ternama disajikan dengan gelas berukuran besar. Masyarakat Jerman gemar sekali minum bir. Tak heran, Jerman merupakan negara kedua sebagai produsen bir terbesar di dunia.

Musim gugur atau autumn berasal dari bahasa Prancis kuno, autompne, kemudian dinormalisasikan ke dalam bahasa latin yaitu autumnus. Istilah ini belum banyak dikenal di awal abad ke 12, namun semakin popular digunakan pada abad ke 16 masehi. Di musim ini juga, keramaian pernak-pernik Halloween ada dimana-mana. Tradisi ini berawal dari Irlandia kemudian menyebar hingga ke Amerika Utara dan belahan dunia lain. Pesta Halloween biasanya dirayakan pada tanggal 31 Oktober oleh anak-anak dengan memakai pakaian khas Halloween. Perayaan ini awalnya merupakan perayaan akhir masa panen.  

Kembali ke musim gugur. Beberapa waktu lalu saya berhasil mengabadikan musim gugur lewat beberapa jepretan kamera sendirian. Maklum, semenjak jadi Ibu rasanya waktu ‘Me Time’ saya berkurang. Waktu itu kebetulan hari Minggu. Cuaca sangat bersahabat alias cerah dan lumayan hangat. Sewaktu anak saya tidur, begitu juga suami, saya langsung cabut ke taman sekitar 10 menit dari rumah. Tak ingin membuang waktu saya langsung membidik beberapa spot dengan latar belakang daun-daun yang mulai berguguran. Sembari sesekali berhenti, duduk, sambil membaca dan mendengarkan musik klasik. What a wonderful day it was... J

Di taman tentu saya tidak sendirian. Ada beberapa keluarga yang sedang jalan-jalan sekedar untuk menghirup udara segar dan bersepeda. Tak jarang juga beberapa orang tua terlihat duduk sembari melihat lalu-lalang orang yang ada di taman. Di Jerman, taman merupakan ruang publik yang harus ada di setiap satu komplek perumahan. Ada yang luas, ada juga tidak begitu luas. Yang pasti, di setiap taman harus ada Spielplatz, alias taman bermain untuk anak-anak. Pemerintah sangat perhatian dengan kehidupan anak-anak. Selain itu, mungkin juga karena tipe rumah disini kecil-kecil serupa apartement. Kalo dipikir sumpek juga jika anak-anak tidak punya tempat bermain di luar rumah.

Sekarang sudah memasuki akhir bulan Oktober. Daun-daun mulai tampak dibersihkan meskipun masih tersisa ratusan bahkan ribuan di beberapa tangkai pohon. Daun-daun itulah yang kelak akan tetap berguguran sampai pada waktunya musim dingin siap untuk menyapa. Kehangatan mentari juga kelak akan tergantikan oleh butiran-butiran salju yang membuat kicauan burung di pagi hari nampak sepi. Begitulah Tuhan menciptakan setiap warna dalam kehidupan. Perubahan musim akan terus dikenang oleh mereka yang mencintai keindahan alam. Berapa ribu puisi, lagu, lukisan dan tulisan yang terinspirasi oleh pergantian siklus alam. Dan, begitulah kiranya bagaimana Tuhan mengajari mahkluk ciptaannya akan segala warna-warni kehidupan. Tentang perbedaan. Bukan keseragaman.

I am gonna miss you, my fall...

Berlin, 22 Oktober 2013     

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Dari Kairo: Kuchuk Hanem

Cairo, 2005 Melayang-layang di atas awan tidak begitu membekas bagi saya. Sesekali hanya merasa gugup, dan pasrah. Sesekali juga kagum. Melihat gugusan awan yang terlihat saling mendahului dengan pesawat yang kami tumpangi. Biru dan orange. Dua warna inilah yang mendominasi langit dikala siang mendekati senja. Guratan-guratan awan terlihat jelas. Mungkin itu merupakan garis batas yang membelah langit, sebelah kiri milik Arjuna dan yang kanan milik Gatot Kaca (?)   Pukul delapan malam tepat waktu Abu Dhabi, pesawat yang saya tumpangi harus istirahat, mengisi perut yang sudah mulai kosong. Saya harus transit semalam di negara ini. Sambil membenahi beberapa barang bawaan, tiba-tiba saya ditodong pertanyaan panjang, “Ambil cuti berapa bulan mbak?”, tanya seorang perempuan manis berkulit sawo matang kepada saya. “Cuti?”. Saya mendadak bingung. Dia pun kembali menanyakan hal tersebut dengan lebih jelas. “Mbak dulu berangkat dari mana? Dapat cuti ya, berapa bula

Menelusuri Situs-situs Peninggalan Mamalik

Oleh : Maria Ulfa Fauzy Banyak hal yang harus dieksplorasi lebih lanjut dalam menguak sejarah peradaban Islam, baik berupa manuskrip, tradisi, atau bangunan-bangunan kokoh nan klasik. Bukti sejarah inilah yang nantinya justru banyak berkisah tentang berbagai peradaban masa silam, meskipun ada beberapa diantaranya yang hanya meninggalkan sebuah kisah. Dalam catatan sejarah, Mesir termasuk salah satu penyimpan varian peradaban eksotik dunia. Dimulai sejak zaman Pharaonic 3200 SM, kemudian periode Hellenistic yang dimulai ketika Iskandar Agung berhasil mengalahkan Persia 332 SM. Dilanjutkan era Romawi 30 SM, dan dekade peradaban Islam yang diprakarsai oleh Amru bin Ash 640 M. Sejarah peradaban Islam mencatat, Mesir termasuk salah satu kawasan yang sempat dihinggapi oleh beberapa dinasti kenamaan. Sebut saja dinasti Tholouniyah, didirikan oleh Ahmad bin Thouloun pada tahun 868-905 M. Kemudian dinasti Ikhshidiyah 935-969 M, Fathimiyah 969-1171 M, Ayyubiyah 1171-1250 M, Mamalik 1250-1517

Berdiri di Kota Mati, “The City of The Death”

The City of The Death. Nama inilah yang membuat saya tergoda untuk melirik dan meniliknya. Yah , kawasan ini terletak di Kairo. Tepat di jantung kota Kairo, ibu kota Mesir. Melihat namanya, seolah saya akan melihat sebuah kota yang mati, tidak berpenghuni, karena mungkin tidak difungsikan lagi oleh pemerintah setempat sebagai lokasi pemukiman penduduk. Ini merupakan perjalanan saya dua tahun yang lalu ke sebuah kawasan bernama Duwaiqoh , atau orang Mesir menyebutnya sebagai Duweah , karena huruf Qhof sering hilang pe lahfadz an-nya dalam dialek Arab 'amiyah (bahasa pasaran). Kawasan inilah yang sering dirujuk oleh banyak wisata asing, yang terlena dengan sebutan The City of The Death, atau Cairo Necropolis, atau Qarafa/ el- Arafa . Cukup mengejutkan, ternyata kawasan ini sebenarnya adalah kawasan pekuburan. Namun, pekuburan yang mempunyai banyak penghuni. Loh kok bisa? Yah, dan penghuninya bukanlah sesosok hantu melainkan warga masyarakat pinggiran Kairo, yang ma